Cari Blog Ini

Selasa, 12 Juli 2011

Apa Itu HASERS??? by Mughnii Hasers on Saturday, July 10, 2010 at 7:45pm

Apa sih itu Hasers? Ini adalah pertanyaan yang pertama terbesit dari orang yang yang baca nama kita-kita diikutin kata HASERS, atau pas mereka tahu kita punya komunitas kecil bernama HASERS. Sebenarnya arti awal dari HASERS tetap menjadi rahasia kita.

HASERS jika dicari dalam kamus dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris gak bakal ketemu. Gini penjelasannya. HASERS berasal dari kata 'has' yang artinya memiliki. Has memiliki arti yang sama dengan have, hanya saja penggunaannya yang beda dimana 'has' dipakai pada subjek She, He, It, Baco', Becce', dll. Akhiran '-ers' sendiri merupakan imbuhan tambahan yang melambangkan kegemaran bahkan kecintaan berlebihan pada suatu hal. Contoh konkretnya, para penggila D'masiv disebut dengan Massivers, atau penggila Five Minutes yang diberi nama Fivers. Jadi arti kasarnya, HASERS adalah orang-orang yang gemar/cinta 'memiliki'. Maksudnya???? Maksudnya kita adalah individu-individu yang memiliki rasa keterikatan yang kuat antara satu dengan yang lain. Awal pembentukan HASERS sendiri kita maksudkan agar kita bisa tetap kayak gini sampai dewasa, bahkan sampai jadi kakek-kakek. Katanya Atcul, Hasers Crew Never Die.

HASERS memang terkenal solid banget, kemana-mana pasti bareng, di kantin sekolah, di rumahnya Atcul, di mana-mana deh sampai-sampai tim futsal kita sempat wakilin sekolah di turnamen antara sekolah se-Duri Kompleks dan dapat runer-up. Hebat! (padahal adu penalti terus smpai final, itu sih kebetulan namanya, hehehe). Bahkan beberapa ekskul di sekolah smpai OSIS isinya kita-kita mulu, orang-orang udah pada bosan liat kita. Tapi tetap aja kita diseganin seantero sekolah (setidaknya bukan karena kita cowok-cowok sok macho yang doyan gebukin orang). Pernah jamannya pembersihan 'genk' di sekolah, tinggal kita aja yang gak kena razia. Alasannya tak lain dan tak bukan adalah karena kita 'genk' berprestasi yang pada dasarnya perlu dicontoh 'genk' lainnya (sombongnya, piss men, piss, piss, pipis). Sebenarnya kita jijik banget pake istilah 'genk', kesannya preman banget. Kita lebih bangga pake istilah Ibu Fitrah, komunitas.

Personil HASERS sendiri (pake personil biar kesannya kayak group band, pada kenyataannya kita gak suka ngeband dan lebih suka nonton acara Mama Dan Aa') terdiri dari 6 bocah ingusan yang kebetulan dikumpulin dalam satu kelas, 10A. Dari sinilah semua bermula. Fajrul Falaq Tamsil (Accul), Ivan Fauzan (Ipan), Mahyuddin Effendi (Ayup), Muh.Muhni Tasnim (Muni'), Subhan Hamran (Suban), dan Yusran Talila (Uccang). Sorry Utcank diurut absen ini jadi kau di belakang.

Atcul ketua kelas yang paling didengerin di antara kita, anak gaul era millenium, bintang sekolah, keren dan care, pinter (bukan printer). Influence-nya gede banget, mungkin kalau dia bilang kita potong titit, kita harus potong titit. Bisa dibilang dia ketuanya HASERS. Fansnya membludak di sekolah, dari siswa sampai guru-guru (bayangin Pak Sibu dengan rambut punk pake baju kaos tulisan I LOVE ATCUL jingkrak-jingkrakan pas Atcul lagi konser). Atcul paling suka makan Coto, Coto Makassar, dll, jadi kalau mau traktir bawa aja ke warung Coto terdekat. Gue tau' karena gue hampir tiap hari tinggal ma do'i. Maklum gue orang jauh, rumahnya Atcul adalah rumah kedua buat gue. Baik banget yah, sampe-sampe nampung gembel kayak gue, hehehe. Next...

Ivan jagoan basket, kreatif, mudah bergaul, orangnya lucu banget, punya banyak koleksi lawakan dari jaman pra sejarah sampai yang lagi update, playboy paling tenar seantero sekolah, semua dipacarin dari yang paling jelek sampai yang paling cantik (lebay). Harus diakui lu punya kharisma bro, gue aja bisa jatuh hati (bercanda ji mane, insaf mo'). Saking kharismatiknya nih, meskipun cewek-cewek udah tau' Ivan playboy, tetep aja bisa dijebolin ma Ivan (Situ Gintung kali bisa jebol). Okay, lanjut...

Ayoeb cowok paling cuek sekaligus cute, spesialis sekretaris di semua organisasi (hebat, prok, prok, prok), kalau diliat sih pendiam tapi pas ngobrol, sumpah sotoy abis. Paling gampang dibohongin tapi juga paling jago ngebohongin, bahasa Inggrisnya 'sangkede'. Kharisma Ayoeb ada pada kecuekannya, dan juga pada muka sok seriusnya pas lagi cerita. Sebagai catatan, nih orang punya banyak bahan cerita, dari yang bohongan sampai yang beneran (yang beneran cuman 10% sisanya hasil imajinasinya yang kedengaran logis oleh kita yang awam). Hidup serumah dengan Ayoeb dijamin bahagia, ketawa melulu. Selanjutnya...

Muhni, gue ya gue, gimana yah penjelasannya, gak bsa nilai diri sendiri, cuman nih kata orang gue aneh dan misterius, tapi lucu (itu kata orang). Tapi yang gue sadari, gue bukan player, punya banyak penggemar tentunya, dan suka bergaul ma semua orang, serta rajin menabung (dibagus-bagusin mumpung gue yang nulis). Di antara yang lain, gue paling tertutup kalau soal asmara, gak jelas banget (katanya Atcul ma Subhan). Malah mereka sering cap gue homo berhubung gue suka godain Ivan (colek dikit gak pa pa donk, ampun Van). Sumpah men, gue cowok tulen. Kalau gak percaya buktiin aja sendiri, hehehe. Ikan hiu ikan cucut, yuk lanjut...

Subhan, manis, orang paling ja'im sejagat, tapi anak-anak kelas satu nanggepin ja'imnya Subhan sebagai singkatan dari kepanjangan JAIMut. Subhan ini orangnya berwibawa (didukung dengan postur tubuh yang emang matching banget), berwibawa dimana-mana, di kelas, di kantin, di depan umum, bahkan di ranjang pas lagi tidur (lebay). Aslinya dia lumayan humoris, dia orang pertama yang ketawa kalo gue ngelawak. Kata teman-teman, Subhan agak lambat loading. Gue ingat ekspresi mukanya, mirip ekspresi mama gue pas lagi gak ngerti tentang sesuatu. Pernah pulang sekolah gue melapor dengan penuh kesedihan ke mama gue kalau nilai try out gue rendah banget, terus dengan muka prihatin, dan setengah penasaran mama gue bilang,"Apaan itu trai ot???". Ekspresi Subhan mirip gitu ma ekspresi mama gue. Subhan juga paling jago kalo disuruh niru orang, sampai pak kepsek bisa ditiru gayanya. Finally...

Utcank si kacamata, juragan, bisa dibilang dia investor buat kita, ngucurin dana buat beli pemain (gila bola, musuh besar gue main game). Aslinya, Utcank baik banget, hampir tiap hari traktir gue di kantin. Punya banyak fans anak kelas satu, katanya Utcank imut banget dengan kacamatanya. Pergaulannya luas banget, dari bencong-bencong sampai supir truk yang sepanjang hidupnya bersalempang sarung, gue berani taruhan potong titit kalo ada orang Cakke gak kenal dia. Utcang gitu loh.

Intinya HASERS keren dan punya banyak fans (sumpah, kesimpulannya gak nyambung banget, jaka sembung bawa golok, gak nyambung goblok). Begitulah secuil dari banyak banget kisah tentang kita di masa SMA yang udah kita lalui bareng. Memang berlalu begitu cepat, sekarang kita sedang mengambil ancang-ancang buat meraih mimpi-mimpi kita.

Itulah gambaran ringkas tentang profil HASERS dan perkenalan aneh tentang personilnya HASERS (ringkas??? lho udah berapa halaman nih), soalnya kalo diceritain semua gak ada habisnya (mungkin dilanjutin nanti di tulisan yang lain). Yah gak ada habisnya seperti manisnya jalinan persaudaraan yang tercipta di antara kita. Gue pribadi berharap HASERS bisa jadi inspirasi banyak orang, dan HASERS bisa langgeng selama-lamanya, sakinah, mawaddah, warahmah, Aamiiiiiin! :-)

























Nb: Bukannya mau sok gaul, tapi bahasa yang pake 'gue', 'lo', dsb, lebih enak nyampeinnya, gak terlalu kaku dan gak terlalu formal. Wassalam.

Rabu, 18 Mei 2011

RESUME MATERI PSIKOLOGI UMUM “INTELIGENSI”

RESUME MATERI PSIKOLOGI UMUM

INTELIGENSI

UIN ALAUDDIN MAKASSA

Oleh:

NAMA : MUH. MUHNI TASNIM

NIM : 20402110053

GOL/KELAS : MATEMATIKA 3

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2011

INTELIGENSI

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang unik, artinya tidak ada satu individu pun yang persis sama dengan individu yang lain. Salah satu perbedaan yang sering kita jumpai adalah dalam kecepatan dan kemampuan individu dalam memecahkan suatu masalah atau persoalan yang dihadapi. Untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sama, ada individu yang mampu dengan cepat memecahkannya, namun di pihak lain ada pula individu yang lambat bahkan mungkin tidak mampu memecahkannya.

Hal itulah yang memperkuat pendapat bahwa taraf kecerdasan atau inteligensi itu memang ada, dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lain. Individu yang memiliki inteligensi tinggi akan lebih mudah memecahkan suatu persoalan, dan sebaliknya individu yang inteligensinya rendah hanya mampu memecahkan masalah yang mudah.

Sebagai ilustrasi, seorang mahasiswa yang menghadapi soal-soal ujian yang sama, ada yang mampu dengan cepat dan benar menyelesaikan soal tersebut dan sebaliknya.

Inteligensi disebut sebagai kecerdasan atau kecakapan atau kemampuan dasar yang bersifat umum, sedangkan kecerdasan atau kecakapan atau kemampuan dasar yang bersifat khusus disebut bakay (aptitude). Dalam proses belajar mengajar, prestasi belajar mahasiswa salah satunya ditentukan oleh inteligensi.

B. Pengertian

Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga bersalal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”.

Kata "intelligence berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together). Istilah inteligensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang memandang inteligensi sebagai kemampuan yang tunggal, padahal menurut para ahli inteligensi mengandung bermacam-macam kemampuan. Namun demikian pengertian inteligensi itu sendiri dipandang berbeda bagi para ahli.

Alfred Binet (1857) mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen yaitu :
a.kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan
b.kemampuan untuk mengubah arah tindakan, dan
c.kemampuan untuk mengkritik diri sendiri

William Stern mengatakan bahwa intelegensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada situasi yang dihadapi. Analisa : definisi kecerdasan William Stern termasuk ke dalam kecerdasan fungsional karena definisi kecerdasan tersebut diartikan sebagai bentuk atau wujud berupa kapasitas atau kecakapan umum.

Lewis Madison Terman (1916) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang utuk berpikir secara abstak. H.H Goddard (1946) mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah–masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah–masalah yang akan datang.


V.A.C Henmon(1974) mengatakan bahwa inteligensi terdiri dari dua faktor, yakni :
a.Kemampuan untuk memperoleh pengetahuan
b.Pengetahuan yang telah diperoleh.

Edward Lee Thorndike (1913) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.

George D. Stoddard mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan manusia untuk menyesaikan masalah yang bercirikan:

a. Mengandung kesukaran.

b. kompleks, yaitu mampu menyerap kemampuan baru yang sudah dimiliki untuk menghadapi masalah.

c. abstrak, yakni mengandung symbol – symbol yang memerlukan analisis dan interpretasi.

d. ekonomis, yaitu proses mental yang efisien dari penggunaan waktu.

e. diarahkan pada satu tujuan.

f. Mempunyai nilai social dan berasal dari sumbernya.

Jadi, definisi kecerdasan George D. Stodart termasuk ke dalam definisi kecerdasan struktural karena definisi kecerdasan tersebut terstruktur / terbagi dalam 7 ciri – ciri kecerdasan.

Untuk mendapatkan defenisi yang pasti mengenai defenisi inteligensi secara tepat cukup sulit. Kita dapat menggunakan ilustrasi dalam menggambarkannya. Ilustrasi mungkin tidak memberikan batasan yang jelas, tetapi setidaknya ia dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai sesuatu hal.

Apabila kita memandangi sebuah kursi, maka perbuatan itu kita sebut sebagai persepsi. Tetapi jika kita mulai memikirkan bagaimana proses pembuatannya, bagaimana bahannya, maka hal tersebut telah diklasifikasikan dalam inteligensi. Begitu pun saat kita memandangi taman bunga yang berwarna-warni. Pada saat itu terjadi persepsi. Apabila kita mulai menghitung jumlah bunga yang berwarna merah, kuning, dan sebagainya, maka hal tersebut dikatakan sebagai pola yang berinteligensi.

C. Teori-teori Inteligensi

Teori-teori inteligensi dibedakan menjadi empat macam, diantaranya:

a.Teori Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Spearman, dia mengembangkan teori dua faktor dalam kemampuan mental manusia. Yakni :

1.Teori factor “g” (factor kemampuan umum)
kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas – tugas secara umum (misalnya, kemampuan menyelesaikan soal – soal matematika)
.

2.Teori factor “s” (factor kemampuan khusus)

kemampouan menyelesaikan masalah atau tugas - tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan soal – soal perkalian,atau penambahan dalam matematika).

b.Teori Struktural Intelektual
Teori ini dikembangkan oleh Guilford, dia mengatakan bahwa tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri dalam aktifitas mental atau pikiran (operation), isi informasi (content), dan hasil informasi (product). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.Operation (aktivitas pikiran atau mental)
Cognition yaitu aktivitas mencari, menemukan, mengetahui dan memahami informasi. Misalnya mengetahui makna kata “adil” atau “krisis”
.

2.Content (isi informasi)
Visual yaitu informasi
-informasi yang muncul secara langsung dari stimulasi yang diterina oleh mata.
Auditory yakni informasi
-informasi yang muncul secara langsung dari stimulasi yang diterina oleh system pendengaran (telinga).
Simbolic yaitu i
tem-item informasi yang tersusun urut bersamaan dengan item – item yang lain. Misalnya sederet angka, huruf abjad dan kombinasinya.
Sematic biasanya berhubungan dengan makna atau arti tetapi tidak melekat pada s
imbol – simbol kata.
Behavioral yakni item informasi mengenai keadaan mental dan perilaku individuuang dipindahkan melaluyi tindakan dan bahasa tubuh.

3.Product (bentuk informasi yang dihasilkan)
Unit yaitu suatu kesatuan yang memiliki suatu keunuikan didalam kombinasi sifat dan atributnya, contoh bunyi musik,cetakan kata. Class yakni sebuah konsep dibalik sekumpulan obyek yang serupa. Misalkan bilangan genap dan ganjil. Relation yakni hubungan antara dua item. Contoh dua orang yang memiliki huruf depan berurutan, Abi kawin dengan Ani. Sistem yakni tiga item atau lebih berhubungan dalam suatu susunan totalitas. Transformation yaitu setiap perubahan atau pergantian item informasi. Implication yakni item informasi diusulkan oleh item informasi yang sudah ada. Misalkan melihat 4X5 dan berpikir 20.


c.Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Sternberg menurutnya inteligensi dapat dianalisis kedalam beberapa komponen yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan masalahnya diantaranya:
Metakomponen adalah proses pengendalian yang terletak pada urutan lebih tinggi yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kinerja dalam suatu tugas
.
Komponen kinerja adalah proses – proses pada urutan lebih rendah yang digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas
Komponen perolehan pengetahuan adalah proses – proses yang terlibat dalam mempelajari informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan
.

d. Teori Multifaktor (L.L Thurstone)
Intelegensi terdiri dari multi faktor yang meliputi 13 faktor. Diantara 13 faktor tersebut, ada 7 faktor yang merupakan faktor dasar (primary abilities) . Ketujuh faktor tersebut adalah :

1. Verbal comprehension (V) pengertian yang diucapkan dengan kata-kata.

2. Word fluency (W) dan kefasihan menggunakan kata-kata.

3. Number (N) memecahkan masalah matematika (penggunaan angka-angka bilangan).

4. Space (S) kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti menggambar design from memory.

5. Memory (M) mengingat ,kecakapan mengamati dan menafsirkan, mengamati

6. Perceptual (P) persamaan dan perbedaan suatu objek .
kecakapan menemukan

7. Reasoning (R) dan menggunakan prinsip – prinsip


e. Teori Kecerdasan Majemuk (multiple intelligences)

Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan sedikitnya ada delapan jenis inteligensi yang dimiliki manusia secara alami, diantaranya :

1.Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi kata – kata didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi

2.Inteligensi matematika-logika (mathematical-logical) yaitu kemampuan memanipulasi system-sistemangka dan konsep-konsep menurut logika. Misalkan para ilmuwan bidang fisika, matematika

3.Inteligensi ruang (spatial intelligence) adalah kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola-pola dan rancangan. Contohnya pelaut, insinyur dan dokter bedah.

4.Inteligensi musik (musical intelligence)adalah kemampuan memahami dan memanipulasi konsep-konsep musik. Contohnya intonasi, irama, harmoni

5.Inteligensi gerak-tubuh(bodily-kinesthetic intelligence)yakni kemampuan untuk menggunakan tubuh dan gerak. Misalkan penari, atlet

6.Inteligensi intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan sendiri, refleksi, pengetahuan batin, dan filosofinya,contohnya ahli sufi dan agamawan

7. Intelegensi interpersonal yakni kemampuan untuk memahami orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.Contohnya psikolog, terapis, dll.

8. Initelegensi naturalistik yakni kemampuan untuk mengenali dan memahami lingkungan sekitar, seperti mengenali jenis-jenis hewan,tumbuhan,dll. Tapi bagi anak kota yang mungkin jarang menemukan hewan dan tumbuhan yang bervariasi,maka lingkungan yang dimaksud bisa seperti mengenali jenis-jenis mtobil,motor,dll. contoh profesi yang menggunakan kecerdasan ini adalah ahli biologi,botanis,dll.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

1. Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.

2. Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

Kontroversi mengenai apakah inteligensi lebih ditentukan oleh faktor bawaan (genetically determined) ataukah oleh faktor lingkungan (learned) terus berlangsung dan tidak ditemukan jawaban yang menggambarkan scara pasti mana yang lebih berpengaruh sampai saat ini. Namun dapat disimpulkan bahwa ternyata kedua faktor tersebut sangatlah berpengaruh bagi inteligenisi seseorang. Di samping faktor tersebut, ada bbeberapa faktor lain yang mempengaruhi inteligensi:

a. Stabilitas intelegensi dan IQ.

b. Pengaruh faktor kematangan.

c. Pengaruh faktor pembentukan.

d. Minat dan pembawaan yang khas.

e. Kebebasan.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.

E. Pengukuran Inteligensi

Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental ) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.

G. Tingkat Kecerdasan

TINGKAT KECERDASAN

IQ

Genius

Di atas 140

Sangat Super

120 – 140

Super

110 – 120

Normal

90 -110

Bodoh

80 – 90

Perbatasan (Feebleminded)

70 – 80

Moron

50 – 70

Imbecile

25-50

Idiot

0 – 25

a. Individu yang memiliki taraf kecerdasan perbatasan, cirinya bodoh dan bebal.

b. Individu yang taraf kecerdasannya moron atau debil, cirinya tolol.

c. Individu yang taraf kecerdasannya imbecile, cirinya dungu.

d. Individu yang taraf kecerdasannya idiot, cirinya pandir.

H. Inteligensi dan Bakat

Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

I. Inteligensi dan Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

Sumber dan Referensi:

  1. Azwar, Saifuddin. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  2. Jaali, H. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
  3. Sarlito, Sarwono. 2000. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta.
  4. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran ECG.
  5. Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Andi.

MAKALAH ISBD “REMAJA DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA”

MAKALAH ISBD

“REMAJA DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA”

UIN ALAUDDIN MAKASSA

Disusun Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar

Oleh:

NAMA : MUH. MUHNI TASNIM

NIM : 20402110053

GOL/KELAS: MATEMATIKA 3

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2011

“REMAJA DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA”

Muh. Muhni Tasnim

Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Abstrak

Masa remaja adalah masa peralihan, di mana merupakan masa krusial dalam penentuan perjalanan kehidupan seseorang secara keseluruhan. Masa ini merupakan masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba. Hubungan narkoba dengan remaja dewasa ini amat erat. Artinya, banyak kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan remaja. Faktor terbesar yang menjadi penyebabnya adalah ketidakstabilan psikologis remaja dalam menghadapi permasalahan hidup dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat, selain faktor lain seperti pengaruh lingkungan ataupun kuatnya sindikat narkoba. Penyalahgunaan narkoba ini memberikan dampak yang amat luas. Tidak hanya bagi remaja itu sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya meliputi dampak sosial hingga psikologis. Berbagai metode pemulihan bagi penyalahguna narkoba menjadi alternatif semisal Metode Konseling Terpadu. Namun, sekali terjerat narkoba maka akan sulit untuk membebaskan diri darinya. Oleh sebab itu, betapa pentingnya langkah-langkah penanggulangan yang meliputi preventif (pencegahan), kuratif (pemberantasan), dan pembinaan (sosialisasi-promotif). Perlu partisipasi dan kesadaran semua pihak, orang tua dan keluarga hingga remaja itu sendiri.

Kata Kunci:

Remaja, Penyalahgunaan Narkoba

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks. Namun, kita harus mengakui pula bahwa masa remaja adalah masa yang paling baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang mereka miliki seperti bakat, kemampuan, dan minat. Selain itu, masa ini adalah masa pencarian nilai-nilai hidup.

Dalam satu dekade terakhir, kasus penyalahgunaan narkoba kian marak diperbincangkan di berbagai media massa. Narkoba berperan besar dalam penghancuran sebuah negara. Efeknya sangatlah dahsyat sehingga pecandu narkoba sering disebut lost generation. Biasanya mereka yang sudah mengkonsumsi narkoba sangat sedikit yang bisa melepaskan diri dari narkoba alias sangat tergantung pada barang haram tersebut.

Hubungan narkoba dengan generasi muda dewasa ini amat erat. Artinya amat banyak kasus kecanduan dan pengedaran narkoba yang di dalamnya terlibat generasi muda. Bahkan narkoba sudah memasuki sekolah-sekolah. Masih termasuk narkoba yaitu minuman beralkohol, yang amat disukai para remaja sekolah, bahkan sekolah-sekolah yang jauh dari kota besar. Kota kecil ini ditemukan ada penjual alkohol dalam bungkus-bungkus kecil dijual di tepi jalan dekat sekolah dengan harga seratus hingga dua ratus rupiah sebungkus. Jelas jenis minumannya berkualitas rendah sehingga para pelajar lebih cepat teler . Akibat pemakaian narkoba, maka tingkat kejahatan para siswa di kota-kota besar terlihat amat meningkat. Terjadi perkelahian antarsekolah, perampasan bis sekolah dengan maksud meminta secara paksa uang dan barang para penumpang. Kadang-kadang mereka merampok dengan kekerasan dan benda tajam.[1]

Masalah penggunaan obat-obat terlarang hingga minuman keras di kalangan remaja sudah sejak lama menjadi masalah besar, dan bahkan akhir-akhir ini masuk kategori masalah "pekat" atau penyakit masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai pendekatan dan cara serta bertujuan memberantas penyakit itu dari dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Keadaan yang paling memprihatinkan adalah melandanya keadaan itu justru di kalangan remaja sebagai tunas-tunas muda penerus bangsa. Banyak pihak yang mengkhawatirkan masa depan bangsa apabila kaum remaja lebih banyak terjerat perilaku penyalahgunaan narkoba.

Mengingat remaja sebagai penerus cita-cita bangsa dan agama, maka perlu pembinaan yang serius dari berbagai pihak baik orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, para guru maupun pemerintah itu sendiri agar problem yang dihadapi oleh remaja dapat teratasi dan mereka selamat dari masa remajanya. Dan sebagaimana dimaklumi, masa remaja merupakan dalam proses perkembangan manusia dengan karakteristik tertentu. Masa ini mempunyai yang paling strategis dalam keseluruhan perjalanan hidup seseorang. Masa depan seseorang banyak ditentukan oleh keberhasilan atau kegagalan dalam memasuki masa remaja. Pemakaian obat terlarang dan minuman keras oleh kaum remaja merupakan salah satu sumber kegagalan masa remaja. Berdasarkan hal tersebut, penulis kemudian tertarik untuk mengangkat masalah remaja dan penyalahgunaan narkoba dalam makalah ini.

B. Remaja

Menurut Zakiah Daradjat (1975) bahwa yang dimaksud remaja adalah suatu tingkat umur, dimana anak-anak tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang sebagai orang dewasa, dengan demikian, remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dengan orang dewasa. Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin yang artinya "tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan".[2] Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai remaja dan batas usianya:

  1. Dilihat dari usianya, masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 12 tahun sampai 21 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa batasan usia hanyalah merupakan perkiraan saja dan bukanlah satu-satunya ukuran yang pasti untuk menetapkan masa remaja. Memandang masa remaja lebih tepat dilihat dari keseluruhan manifestasi karakteristik tingkah laku dan kepribadiannya yang khas.[3]
  2. Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentan usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaka awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.[4]
  3. Menurut R. Soesilo (1985) bahwa dilihat dari segi hukum, usia remaja dinyatakan antara umur 12 hingga 18 tahun serta belum pernah menikah. Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum oleh seseorang pada usia tersebut, maka hukum baginya tidak sama dengan orang dewasa.[5]
  4. Menurut Panut Panuju (1999) dan Sarlito (1994) bahwa jika dilihat dari segi psikologi batas usia remaja tergantung pada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup, yang dapat ditentukan dengan pasti adalah permulaannya, yakni puber pertama atau munculnya perubahan jasmani pada anak yang diperkirakan antara umur 10 atau 12 tahun.[6]
  5. Menurut Zakiah Daradjat (1970) bahwa kalau dilihat dari pandangan agama, khususnya pakar psikologi agama bahwa remaja adalah umur antara 13 hingga 21 tahun.[7]

Dari sudut psikologi, para remaja dipandang sebagai individu-individu dengan karakteristik tingkah laku dan pribadi tertentu yang khas. Perilaku pribadi remaja merupakan refleksi dari proses perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada masa remaja, di samping karena pengaruh faktor persekitaran. Pola-pola perilaku remaja berbeda dengan pola perilaku anak-anak dan juga orang dewasa. Dengan demikian, para remaja hendaknya dipandang sebagai remaja dalam segala karakteristiknya karena mereka bukan lagi anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi dan kelanjutan dari masa kanak-kanak dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai kedewasaan. Ini berarti kemajuan perkembangan yang dicapai dalam masa remaja merupakan bekal keberhasilan di masa dewasa. Sebagai suatu proses transisi, masa remaja ditandai dengan berbagai perubahan dalam aspek-aspek fisik, mental, intelektual, dan sosial. Untuk anak laki-laki, masa remaja merupakan persiapan dari boy untuk menjadi man , dan dari girl menjadi woman untuk anak perempuan. Oleh karena itu, dalam keseluruhan proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, masa remaja mempunyai arti yang amat penting. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini demikian besarnya sehingga menimbulkan "kejutan-kejutan" bagi si remaja itu sendiri dan bagi lingkungannya. Kalau perkembangan itu diumpamakan seperti laut, maka masa remaja merupakan gelombang tertinggi. Sebutan masa storm and stress kepada masa remaja adalah karena kuatnya gelombang dan goncangan yang terjadi di dalamnya. Ada pula yang menyebutkan masa remaja sebagai masa kelahiran kedua karena dalam masa itu remaja akan menunjukkan eksistensi dirinya. Masa remaja ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu ciri primer, sekunder, dan ciri tersier. Ciri primer , yaitu berupa matangnya karakteristik seksual yang primer dalam bentuk menstruasi pada perempuan dan keluarnya sperma pertama pada laki-laki. Peristiwa tersebut merupakan kematangan organ-organ seksual primer untuk berfungsi reproduksi. Ciri sekunder , meliputi perubahan-perubahan karakteristik seksual yang bersifat sekunder baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Yang tergolong sebagai ciri sekunder ialah antara lain membesarkan buah dada, melebarkan pinggul, kulit menjadi halus, dan sebagainya pada anak perempuan, dan perubahan suara, otot-otot, kulit pada laki-laki. Di samping itu perubahan lain seperti tumbuhnya bulu, pertambahan berat badan, proporsi tubuh, dan sebagainya. Semua perubahan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Ciri tertier, ialah terjadi berbagai perubahan perilaku sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada ciri primer dan sekunder. Dalam ciri tertier ini tampak perunahan-perubahan perilaku seperti perubahan emosi, sikap, jalan pikiran, pandangan hidup, kebiasaan, minat, sosial, dan sebagainya. Semua itu dapat mempengaruhi pola-pola kehidupan remaja secara keseluruhan.[8]

Remaja berjuang mencari identitas dirinya yang akan menentukan peranannya di masyarakat kelak, yaitu identitas sebagai makhluk sosial (bekerja, bergaul) dan makhluk yang berjenis kelamin (laki-laki dewasa dengan sifat pria dewasa dan perempuan dewasa dengan sifat yaitu dewasa, yang saling melengkapi dan membutuhkan). Beberapa ciri kepribadian remaja adalah sebagai berikut: [9]

  1. Ingin Tahu dan Senang pada Hal-hal yang Mengandung Bahaya

Rasa ingin tahu menyebabkan remaja melakukan berbagai percobaan atau eksperimen. Kesempatan untuk keluar rumah memungkinkan remaja menemukan hal-hal baru. Namun, eksperimen selalu disertai dengan bahaya dan tanggung jawab. Apakah remaja memiliki identitas positif atau negatif, bergantung pada keberhasilan eksperimennya serta tanggung jawab dan nilai-nilai yang dianutnya. Di sini faktor pengendalian diri pada remaja sangat penting. Pengendalian diri adalah kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma atau aturan yang berlaku pada keluarga, sekolah, dan msyarakat. Orang tua, guru, dan orang dewasa lain harus dapat menjadi panutan bagi anak muda. Dengan panutan yang jelas, remaja mempunyai nilai-nilai yang jelas sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif dan berbahaya, dan dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya.

  1. Menentang Otoritas

Otoritas adalah kekuasaan, yaitu orang, lembaga atau sistem yang mengatur dan memerintah. Misalnya orang tua, kepala sekolah, guru, pemimpin, dan pemerintah. Remaja cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orang tuanya dan menjauhkan diri dari keterikatan dengan orang tua. Mereka mengagumi tokoh di luar keluarganya, seperti guru, orang tua teman, tokoh masyarakat, atau idola lain. Namun, remaja harus tetap menghormati orang tua dan otoritas agar dapat mengembagkan sikap dan perilaku yang dewasa. Wujud pemberontakan antara lain, lari dari rumah, membangkang, tidak menghormati orang tua, mabuk-mabukan, dan ngebut. Tidak selalu pemberontakan berwujud agresif. Orang yang positif dan pendiam belum tentu tidak memberontak. Pemberontakan dapat juga terpendam sehingga tidak tampak dari luar.

  1. Setia Kawan dan Kelompok Sebaya

Remaja merasa ada keterikatan atau kebersamaan dengan kelompok sebaya. Ada kebudayaan remaja, yaitu kesamaan dalam cara berpakaian, berbicara, bahasa, hobbi, serta sikap-sikap dan perilaku. Remaja tidak mau berbeda dengan kelompok sebaya sebab ingin diterima dan diakui oleh kelompoknya. Kelompok sebaya berperan penting sebagai teman senasib, partner, atau saingan. Melalui kehidupan kelompok, remaja berperan bereksperimen, dan mengekspresikan dirinya. Ia diterima dalam segala bentuk keberhasilan atau kegagalannya. Apalagi jika orang tua tidak menerima keberadaan anak. Jika kelompok sebaya memiliki sifat positif, perkembangan remaja pun positif. Jika tidak, remaja akan terjerumus pada berbagai perbuatan berbahaya dan tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, remaja harus mampu memilih dan memutuskan nilai-nilai yang baik dan positif bagi dirinya demi masa depannya.

  1. Perilaku yang Tidak Stabil dan Berubah-ubah

Pada waktu tertentu remaja tampak bertanggung jawab dan pada waktu yang lain tampak masa bodoh. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam diri remaja terdapat konflik yang mendalam, yang membutuhkan pengertian dan penanggulangan secara bijaksana.

Sesuai dengan karakteristik perubahan yang terjadi pada masa remaja, maka seringkali para remaja itu sendiri dihadapkan kepada berbagai masalah yang menyangkut berbagai aspek perkembangan. Timbulnya masalah ini banyak berhubungan dengan tuntunan tugas perkembangan yang berat dipenuhi oleh remaja di satu pihak, dan kekurangmampuan remaja dalam memenuhi tuntutan itu di pihak lain. Dengan demikian, masalah yang sering dihadapi remaja adalah terutama berkenaan dengan masalah penyesuaian diri antara kekuatan dari dalam dirinya dengan pengaruh dan tantangan dari lingkungan. Kegagalan dalam penyesuaian ini dapat menimbulkan berbagai gejala kelainan perilaku para remaja, dan dapat meluas menjadi kegagalan dalam perkembangan remaja secara keseluruhan.[10]

Dalam kehidupan remaja, terdapat banyak faktor yang turut membentuk kepribadian dan karakter mereka, seperti pola asuh, lingkungan, keluarga, sistem religi, ekonomi, sosial, politik, atau pendidikan.[11] Faktor yang terpenting adalah pendidikam remaja. GBHN dan UU No.2/1989 menetapkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Ketiga pihak ini mempunyai tanggung jawab yang sama dalam membina anak/remaja melalui upaya pendidikan.[12] Namun, faktor terpenting dalam pembentukan kepribadian dan karakter seorang remaja adalah kelurga. Hal ini dapat dipahami karena keluarga adalah lingkungan pertama seorang remaja, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial. Keluarga adalah faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadiaan seseorang remaja. Kepribadian anak tidak akan jauh beda dengan kepribadian orang tuanya.[13] Misalnya menurut Kazdan (1985), apabila orang tua melakukan tindakan anti sosial atau jika orang tua cenderung berperilaku maladaptif maka kemungkinan anak-anak mereka melakukan tindakan maladaptif dan lebih besar pula.[14]

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedang lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu, baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar turut memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.[15] Pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat harus bisa menyadari posisi dan peranan masing-masing secara proporsional. Komunikasi antara ketiga pihak ini merupakan salah satu mata rantai yang hilang dan harus dicari lalu diterapkan secara tepat.[16]

C. Penyalahgunaan Narkoba

Pada tahun 1970, jumlah pemakai narkoba diperkirakan 130.000. Namun, pada akhir tahun 2000, jumlahnya menjadi 2 juta orang. Berarti dalam 30 tahun, jumlah pengguna narkoba naik 150 kali lipat atau 15.000%. Di masa sekarang, pengguna narkoba bukan hanya berasal dari keluarga yang berantakan tetapi juga dari keluarga yang harmonis serta latar belakang profesi yang bervariasi. Pengguna narkoba pada masa sekarang telah merambah jauh ke pelosok pedesaan berbeda dengan di masa lalu dimana narkoba hanya ada di kota-kota besar.[17] Kita memang harus menghadapi kenyataan bahwa pengguna narkoba di Indonesia meningkat tajam, dan yang lebih parah lagi sebagian besar pengguna justru adalah remaja dan anak sekolah.[18]

Mengikuti sejarah perkembangan penggunaan narkoba, terutama yang bersifat alami, terlihat bahwa pemanfaatan zat-zat yang kini dipandang berbahaya tersebut, pada mulanya merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia. Tidak sedikit di antara zat-zat tersebut yang pada kenyataannya justru dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia. Alkohol misalnya. Alkohol merupakan zat yang digunakan untuk mencuci hamaan luka dan alat-alat kedokteran. Tembakau digunakan di daerah dingin sebagai penghangat tubuh. Yang lebih ekstim adalah daun ganja yang oleh para tetua tanah air disimpan dalam kotak penyimpanan bumbu dapur terkait fungsinya sebagai penyedap rasa.[19] Bahkan hingga saat ini, sebagian jenis narkoba berguna dalam pengobatan dan dunia medis. Contohnya Morfin dan Petidin yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada penyakit kanker dan obat bius dalam operasi, hingga yang digunakan secara luas (Kodein untuk obat batuk).[20] Permasalahannya, seiring perkembangan zaman dan bertambah kompleksnya kehidupan, ada saja kalangan yang justru tidak lagi memanfaatkan narkoba pada jalur positif, dimana kebanyakan orang hanya memperturutkan kesenangannya saja. Penyalahgunaan narkoba (drugs abuse ) adalah pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan narkoba yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya.[21]

Masalah penyalahgunaan narkoba menjadi masalah multi kompleks yang tidak mungkin diselesaikan hanya dengan langkah-langkah yang tidak terorganisir dan berparadigma sempit saja. Kita butuh langkah yang lebih terstruktur dan efektif dengan melihat realita yang terjadi di dalam masyarakat kita.

1. Tentang Narkoba

Kata Narkoba berasal dari bahasa Yunani "narkoun" yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Sejarah pemakaiannya sudah berlangsung lama. Sekitar 5000-6000 SM, orang-orang Mesopotamia telah membudidayakan tanaman poppy yang berkhasiat mengurangi nyeri dan memberi efek nyaman (joy plant). Zat ini dalam bahasa Yunani disebut Opium atau kita kenal sebagai candu.[22] Tahun 2737 SM, Kaisar Cina bernama Shen Nung menulis naskah farmasi yang bernama "Pen Tsao" atau "Ramuan Hebat" (Great Herbal) . Salah satu ramuan itu adalah disebut "liberator of Sin" atau "delight giver" (pemberi kesenangan) yang ditujukan untuk kesenangan, obat lemah badan, malaria, rematik, dan analgesik. Saat ini narkoba telah meluas ke seluruh dunia dikonsumsi oleh berbagai kalangan, terutama remaja, terutama di Amerika Serikat dan Afrika. Saat ini di seluruh dunia sudah mewabah narkoba yang meracuni generasi muda. Diasumsikan pada tahun 2001 saja, di Indonesia sudah ada empat juta pengguna narkoba, dimana Ketua Umum Granat (Gerakan Anti Narkotiaka) Henry Yosodiningrat bahwa omset narkoba di Indonesia saat ini berjumlah 24 triliun rupiah per bulan. Hal ini merupakan suatu angka yang fantastis. Angka tersebut dirinci, jika setiap hari seorang pengguna memakai narkoba seharga Rp. 200.000,- maka satu hari omsetnya mencapai empat juta x Rp. 200.000,- = Rp. 800 miliar.[23]

Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bahan tergolong bukan makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun); demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain).[24] Narkoba tergolong zat psikoaktif. Yang dimaksud zat psikoaktif adalah zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran.[25] Narkoba (Narkotika dan Obat atau Bahan Berbahaya) adalah istilah penegak hukum dan masyarakat. Napza (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif Lain) adalah istilah dalam kedokteran atau kesehatan, dimana yang ditekakan adalah pengaruh ketergantungannya. Oleh karena itu, selain narkotika dan psikotropika, yang termasuk Napza adalah obat-obatan atau zat yang tidak diatur dalam undang-undang tetapi menimbulkan ketergantungan dan sering disalahgunakan. Contohnya alkohol, nikotin, inhalansia, atau solven.[26]

Namun, kepanjangan narkoba yang tepat adalah narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.[27] Digunakan istilah narkoba karena telah menjadi bahasa umum di masyarakat. Akan tetapi, ruang lingkupnya meliputi Napza sebab zat adiktif lain seperti nikotin dan alkohol, sering menjadi pintu masuk pemakaian narkoba lain yang berbahaya.

2. Penggolongan dan Jenis-jenis Narkoba

Bahaya ketergantungan, penggunaan, dan pengedaran narkoba diatur undang-undang, yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dan Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Penggolongan jenis-jenis narkoba berikut didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sebagai berikut:[28]

  1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sistesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Menurut undang-undang, Narkotika dibagi menurut potensi menyebabkan ketergantungan sebagai berikut:
    1. Narkotika Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi. Contoh heroin, kokain, dan ganja. Putau adalah heroin tidak murni berupa bubuk.
    2. Narkotika Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Banyak digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin dan petidin.
    3. Narkotika Golongan III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh: kodein.
  2. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menurut potensi menyebabkan ketergantungan sebagai berikut.
    1. Psikotropika Golongan I : amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi), LSD, dan STP.
    2. Psikotropika Golongan II : kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan amat terbatas pada terapi. Contoh: amfetamin, metamfetamin, fensiklidin, dan sitalin.
    3. Psikotropika Golongan III : potensi sedang menyebabkan ketergantungan, agak banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital, dan flunitrazepam.
    4. Psikotropika Golongan IV : potensi ringan menyebabkan ketergantungan dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital, harbital, klorazepam, klordiazepaxide, dan nitrazepam (Nipam, pil BK/koplo, DUM, MG, lexo rohyp, dan lain-lain).
  3. Zat Psikoaktif Lain, yaitu zat / bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak. Tidak tercantum dalam perundang-undangan tentang narkotika dan psikotropika. Yang sering disalahgunakan adalah:
    1. Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras.
    2. Inhalansia / solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga.
    3. Nikotin yang terdapat pada tembakau.

Yang sama sekali tidak boleh digunakan adalah Narkotika dan Psikotropika Golongan I, karena bukan golongan obat dan potensi ketergantungan sangat tinggi.

Pengelompokan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya menurut WHO (World Health Organization) adalah:[29]

  1. Oploida : mengurangi rasa nyeri dan menyebabkan mengantuk, atau turunnya kesadaran. Contoh: opium, morfin, heroin, dan petidin.
  2. Ganja (Marijuana, Hasis) : menyebabkan perasaan riang, meningkatkan daya khayal, dan berubahnya perasaan waktu.
  3. Kokian dan Daun Koka : tergolong stimulansia (meningkatkan aktivitas otak dan fungsi orhan tubuh lainnya.
  4. Golongan Amfetamin : amfetamin, ekstasi (MDMA), dan sabu (metamfetamin).
  5. Alkohol , yang terdapat pada minuman keras.
  6. Halusinogen , memberikan halusinasi (khayal). Contoh: LSD.
  7. Sedativa dan Hipnotika (obat penenang/obat tidur seperti pil BK, MG).
  8. PCP (fensiklidin).
  9. Solven dan Inhalans , gas atau uap yang dihirup. Contoh: tiner dan lem.
  10. Nikotin , terdapat pada tembakau (termasuk stimulansia).
  11. Kafein (stimulansia) , terdapat dalam kopi, beberapa jenis tertentu adalah obat penghilang rasa sakit, dan minuman penambah energi.

D. Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Penyimpangan perilaku dalam bentuk penyalahgunaan narkoba pada dasarnya merupakan cerminan dari masalah psikologis yang dialami oleh remaja. Masalah itu saling terkait dengan masalah lain khususnya dalam keluarga. Keluarga merupakan awal dari sumber masalah dan akan mendapat dampak dari masalah itu. Masalah itu berkaitan dengan masalah-masalah psikologis, ekonomis, moral, budaya, nilai-nilai, dan fisik. Semua itu dapat menimbulkan masalah psikologis yang mungkin timbul dalam keluarga seperti: suasana ketegangan dalam keluarga, masa depan yang suram, menurunnya ketahanan dalam keluarga, sikap agresif dan permusuhan, komunikasi yang tidak efektif, kurang percaya diri, sikap acuh, dan sebagainya. Secara keseluruhan suasana keluarga akan makin suram dan makin jauh dari kehidupan keluarga yang bahagia. Akibat yang paling parah sudah tentu bagi anak itu sendiri sebagai pelanjut kehidupan. Dan bisa dibayangkan bagaimana masa depan yang bersangkutan dan bangsa secara keseluruhan apabila saat sekarang berada dalam kondisi demikian.[30]

Meluasnya narkoba di Indonesia terutama di kalangan generasi muda juga terutama karena didukung oleh faktor budaya global. Budaya global dikuasai oleh budaya Barat (baca Amerika Serikat) yang mengembangkan pengaruhnya melalui layar TV, VCD, dan film-film. Ciri utama budaya tersebut amat mudah ditiru dan diadopsi oleh generasi muda karena sesuai dengan kebutuhan dan selera muda. Penetrasi budaya Barat ke Indonesia mudah sekali diamati melalui pergaulan anak-anak muda kota ( AMK). Ciri pergaulan AMK adalah "bebas", konsumtif, dan haus akan segala macam mode yang datang dari AS (Abdullah N. Ulwan, 1993). Jika pakaian para artis di TV buka-bukaan, dan bahkan mengkonsumsi narkoba, maka AMK pun menirunya.[31]

Berkembangnya jumlah pecandu di kalangan remaja ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan di luar diri sendiri. Faktor penentu dalam diri adalah: (1) minat, (2) rasa ingin tahu (curiosity) (Hurlock, 1978), (3) lemahnya rasa Ketuhanan (Abu Hanifah, 1989), dan (4) ketakstabilan emosi (Duke and Norwicki, 1979). Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar diri sendiri adalah: (1) gangguan psiko-sosial keluarga (Sofyan S. Willis, 1995), (2) lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, (3) lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan dan konseling (BK), serta yang terpenting (4) lemahnya pendidikan agama para siswa sekolah (Sofyan S. Willis, 2001).[32]

Dari sisi yang berbeda, ada tiga faktor penyebab penyalahgunaan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah narkoba ,individu, dan lingkungan. Faktor narkoba berbicara tentang farmakologi zat, yaitu jenis, dosis, cara pakai, pengaruhnya pada tubuh, serta ketersediaan dan pengendalian peredarannya. Dari sudut individu, penyalahgunaan narkoba harus dipahami dari masalah perilaku yang kompleks, yang juga dipengaruhi faktor lingkungan. Lingkungan berbicara tentang keluarga, kelompok sebaya, kehidupan sekolah dan masyarakat luas, media massa, dan penegakan hukum setempat. Dari ketiganya, yang terpenting adalah faktor individu. Seseorang harus bertanggung jawab atas perilakunya dan tidak boleh mempermasalahkan orang lain atau keadaan.[33]

Menurut para ahli psikologi perkembangan (Papalia et al., 1998; Santrock, 1999; 2001; Thornburg, 1982), ada beberapa alasan yang menyebabkan remaja melakukan penyalahgunaan narkoba, antara lain:[34]

1. Kepribadian yang Belum Matang (Immature Personality)

Pada masa ini, remaja memasuki masa pencarian dalam pembentukan identitas diri (self-identity). Dalam hal ini, kepribadian remaja belum mencapai kematangan (immaturity). Menurut para ahli psikologi perkembangan, pribadi yang tidak matang ditandai oleh sifat keragu-raguan (indecisiveness) dalam mengambil suatu keputusan), kurang percaya diri atau harga diri rendah, kurang mampu mengontrol emosi dan perilaku. Keadaan ini memungkinkan remaja untuk mudah dipengaruhi hal-hal positif maupun negatif oleh lingkungan eksternal. Bila ia memperoleh pengaruh positif, hal ini akan menguntungkan perkembangan kepribadiaannya, misalnya mengembangkan kegiatan ilmiah dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah. Sebaliknya, ia pun akan dapat memperoleh pengaruh negatif, sehingga remaja akan mudah tejerumus pada tindakan negatif pula, misalnya ikut terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

2. Keturunan (genetis)

Dalam berbagai penelitian yang dilakukan negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman ( dlm. Papalia et al., 1998) ditemukan bahwa faktor keturunan mempengaruhi terhadap pembawaan sifat-sifat fisik maupun psikis, seperti karakteristik, kebiasaan, atau kepribadian seseorang. Orang tua yang pecandu alkohol, obat-obatan (mariyuana, opium, cocaine, amphetamine) cenderung melahirkan anak-anak yang tumbuh dan berkembang sebagai pecandu di kemudian hari dibandingkan anak-anak yang lahir dari orang tua yang bukan pecandu narkoba. Walaupun tidak disebutkan berapa kemungkinan persentase terjadinya ketergantungan, namun dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa faktor keturunan (genetis, hereditas) memiliki kontribusi terhadap timbulnya ketergantungan narkoba pada diri seseorang.

3. Kondisi Kehidupan Keluarga yang Tidak Stabil (Tidak Harmonis)

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi pembentukan dan pengembangan kepribadian seorang anak. Kehidupan keluarga yang baik ditandai oleh hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang di antara anggota keluarga. Dalam hal ini, terdapat komunikasi (interaksi dua arah) antara pasangan suami istri dan orang tua anak. Dengan demikian, hal ini akan membentuk kepribadian yang matang bagi anak. Anak dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosial, tanpa terpengaruh oleh pergaulan buruk, termasuk penyalahgunaan narkoba. Sebaliknya, kehidupan keluarga yang tidak stabil, misalnya seringnya timbul pertengkaran, konflik sampai perceraian suami-istri (broken-home), cenderung membuat seorang individu (remaja) merasa tidak betah untuk tinggal di rumah. Akibatnya, remaja mencari cara untuk melarikan diri, misalnya menggunakan narkoba bahkan sampai kemudian menimbulkan ketergantungan kepadanya.

4. Kuatnya Sindikat Jaringan Peredaran Narkoba

Ada tarik-menarik antara pihak-pihak yang memikirkan kepentingan untuk mengembangkan kepribadian remaja (generasi muda) menjadi penerus bangsa dan kepentingan bisnis sesaat yang merusak generasi muda bangsa. Bagi pihak kedua, yang penting adalah memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, kuatnya sindikat jaringan peredaran narkoba akan memasuki segi-segi kehidupan masyarakat dengan sasaran anak-anak, remaja, atau pemuda. Bila sindikat tersebut tak mampu ditanggulangi oleh pihak berwajib, sindikat tersebut mungkin akan memperparah keadaan sehingga banyak remaja mudah menjadi sasaran dan sampai akhirnya mengalami kecanduan narkoba (Media Indonesia, 2002). Andaikata barang haram bernama narkoba tidak tersedia atau sulit ditemukan, maka sudah barang tentu tidak akan ada orang menyalahgunakannya. Namun, kenyataannya berbagai jenis narkoba tersebut justru dengan mudah orang memperolehnya. [35]

Faktor lain yang sering diabaikan tetapi sesungguhnya mempengaruhi penyalahgunaan narkoba adalah rokok. Sebenarnya, hubungan secara langsung antara rokok dan narkoba tidak ada, sehingga rokok tetap diizinkan untuk diproduksi dan diedarkan. Dengan catatan, di setiap kemasannya, produsen rokok mencantumkan peringatan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok. Meski demikian, merokok dapat dikatakan sebagai pintu gerbang narkoba. Mengapa demikian? Dengan merokok pikiran atau otak seseorang akan menjadi kosong dan mendorong untuk melamun. Umumnya efek yang sama juga dihasilkan oleh narkoba dengan potensi yang lebih kuat. Rokok juga menimbulkan ketagihan. Sekali merokok penggunanya akan terus merokok. Oleh karena itu, tidak heran bila para perokok umumnya senang mencoba sesuatu yang menghasilkan kenikmatan sejenis itu. Mereka biasanya lebih mudah tergoda jika ada yang menawarkan narkoba, alkohol, psikotropika, atau zat-zat adiktif lainnya.[36]

Berbagai upaya mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah dilakukan, namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum terhadap narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan minuman beralkohol di atas 40% (minol 40%) banyak diberi kemudahan oleh pemerintah. Sebagai perbandingan di Malaysia, jika kedapatan pengedar atau pecandu membawa dadah 5 gram ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati (Republika, 25/5/2001) .[37]

E. Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Narkoba memberi dampak yang sangat buruk terhadap penyalahgunanya. Dampaknya tidak hanya meliputi segi kesehatan semata, tetapi lebih jauh memberikan dampak pada kehidupan sosial penyalahgunanya terutama bagi kaum remaja.. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya bagi diri penyalahguna sendiri tetapi juga bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Adapun dampaknya adalah sebagai berikut:[38]

  1. Bagi Diri Sendiri

a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja:

1). Daya ingat, sehingga mudah lupa.

2). Perhatian, sehingga tidak berkonsentrasi.

3). Perasaan, sehingga tidak dapat bertindak rasional.

4). Persepsi, sehingga memberi perasaan semu/khayal.

5). Motivasi, sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot, persahabatan rusak, serta minat dan cita-cita semula paham.

Oleh karena itu, narkoba menyebabkan perkembangan mental, emosional, dan sosial remaja terhambat. Bahkan, ia mengalami kemunduran perkembangan.

b. Intoksikasi (keracunan): gejala yang timbul akibat pemakaian narkoba dalam jumlah yang cukup berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya bergantung jenis, jumlah, dan cara penggunaan.

c. Overdosis (OD): dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu). OD terjadi karena toleransi maka perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan.

d. Gejala putus zat: gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaiannya. Berat ringan gejala tergantung pada jenis zat, dosis, dan lama pemakaian.

e. Berulang kali kambuh: ketergantungan menyebabkan craving (rasa rindu pada narkoba), walaupun telah berhenti memakai. Narkoba dan perangkatnya, kawan-kawan, suasana, dan tempat-tempat penggunaannya dahulu mendorongnya untuk memakai narkoba kembali. Itu sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh.

f. Gangguan perilaku/mental-sosial: sikap acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, hubungan dengan keluarga dan sesama terganggu. Terjadi perubahan mental, gangguan pemusatan pergaulan, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala Parkinson.

g. Gangguan kesehatan: kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh, seperti hati, jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar endoktrin, alat reproduksi, infeksi (hepatitis B/C) (80%), HIV/AIDS (40-50%), penyakit kulit dan kelamin, kurang gizi, dan sebagainya. Penggunaan jarum suntik bersama juga beresiko menularkan hepatitis C dan HIV. Jumlah kasus baru HIV/AIDS di negeri kita meningkat tajam karena penularan melalui hubungan seksual tak aman terkendali, sedangkan penularan melalui penggunaan jarum suntik di kalangan pengguna narkoba amat tinggi.[39]

h. Kendornya nilai-nilai: mengendornya nilai-nilai kehidupan agama-sosial-budaya, seperti perilaku seks bebas dengan segala akibatnya (penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan). Sopan santun hilang. Ia menjadi asosial, mementingkan diri, dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain.

i. Masalah Keuangan: Akibat keperluannya memenuhi kebutuhannya akan narkoba, ia mencuri, menipu, dan menjual barang-barang milik sendiri atau orang lain. Jika masih sekolah, uang sekolah digunakan untuk membeli narkoba, sehingga ia terancam putus sekolah, di samping nilai-nilai rapor yang merosot.

j. Masalah Hukum: Narkoba memberi efek yang sangat buruk terhadap negara, sehingga kemudian negara melarang narkoba. Dampak dari segi hukum, mereka dapat dijerat hukum melalui Undang-undang. Adapun mereka yang dapat dijerat hukum mencakup produsen, penyalur, dan pemakai dengan gradasi (tingkatan hukuman dan denda yang bervariasi).[40] Contoh Undang-undang yang mengatur masalah narkoba:[41]

1). Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, menyatakan :

· Pasal 45 : Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan

· Pasal 36 : Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur bila sengaja tidak melaporkan diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak satu juta rupiah.

· Pasal 88 : Pecandu narkotika yang telah dewasa sengaja tidak melapor diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak dua juta rupiah, sedang bagi keluarganya paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak satu juta rupiah.

2). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, menyatakan :

· Pasal 37 ayat (1) : Pengguna psikotropika yang menderita syndrome ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan

· Pasal 64 ayat (1) barang siapa : a. menghalang-halangi penderita syndrome ketergantungan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 37, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 20 juta rupiah.

  1. Bagi Keluarga

Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Keluarga resah karena barang-barang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, bersikap kasar, acuh tak acuh dengan urusan keluarga, tak bertanggung jawab, hidup semaunya, dan asosial.

Orang tua merasa malu, karena memiliki anak pecandu. Mereka juga merasa bersalah, tetapi juga sedih dan marah. Perilaku orang tua ikut berubah, sehingga fungsi keluarga menjadi terganggu. Mereka berusaha menutupi perbuatan anak, agar hal itu tidak diketahui oleh orang luar. Orang tua juga putus asa. Masa depan anak tidak jelas. Anak putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan. Stress meningkat. Kehidupan ekonomi morat-marit. Keluarga menanggung beban sosial-ekonomi ini.

3. Bagi Sekolah

Narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi proses belajar. Siswa penyalahguna mengganggu suasana belajar mengajar. Prestasi belajar turun drastis. Penyalahgunaan narkoba juga berkaitan dengan kenakalan dan putus sekolah. Kemungkinan siswa penyalahguna membolos lebih besar daripada siswa lain. Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang mengganggu suasana tertib dan aman, perusakan barang-barang milik sekolah, dan meningkatnya perkelahian. Mereka juga menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain. Banyak di antara mereka menjadi pengedar atau mencuri barang milik teman atau karyawan sekolah.

4. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara

Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok narkoba. Terjalin hubungan antara pengedar atau bandar dan korban sehingga tercipta pasar gelap. Oleh karena itu, sekali pasar gelap terbentuk, sulit untuk memutus mata rantai peredarannya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian, karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat; belum sarana dan prasarana yang harus disediakan.

F. Pemulihan dan Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba

Orang menjadi kecanduan narkoba melalui proses panjang, bukan terjadi semalam. Biasanya dimulai dengan coba-coba, lalu meningkat menggunakan kadangkala, misalnya waktu pesta atau peristiwa lainnya. Ketika penggunaannya cukup sering, sampailah pada tahap penyalahgunaan dan akhirnya kecanduan. Oleh karena itu, proses penyembuhan juga membutuhkan waktu yang lama, tidak dapat terjadi seketika seperti diharapkan oleh seorang pecandu atau masyarakat. Pemulihan adalah proses penyembuhan dari kerusakan fisik, psikologis, dan sosial akibat kecanduan narkoba. Pemulihan adalah proses individu, tidak ada dua orang pulih dengan kecepatan sama.[42]

Pemulihan dimulai dengan berhenti memakai narkoba (abstinensi). Akan tetapi, berhenti memakai saja tidak cukup. Gaya hidup juga harus berubah sehingga memengaruhi rohani, jiwa, dan tubuhnya. Proses ini disebut "pemulihan seluruh pribadinya". Upaya pemulihan sebenarnya ialah mengubah gaya hidup dan sikap seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang menyebabkan kecanduan narkoba. Yang dimaksud gaya hidup adalah:

1. Sikap, keyakinan, dan kepercayaannya terhadap kehidupan dan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

2. Cara mengatasi masalah atau kesulitan sehari-hari.

3. Cara memenuhi kebutuhan jasmani, emosional, sosial, dan spiritual.

4. Cara mengenal diri sendiri akan kelebihan dan kekurangannya.

5. Cara berkomunikasi dengan orang lain.

6. Cara mengurus diri sendiri dan bertanggung jawab.

Perlu juga dipahami bahwa upaya pemulihan seorang pecandu bukan sekedar pemulihan kesehatan secara fisik korban, melainkan pemulihan secara utuh dan dilakukan oleh tim yang solid dan profesional mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Biasanya berbagai terapi yang dilakukan di panti rehabilitasi antara lain mencakup terapi fisiologis dan medik, terapi mental dan psikiatrik, terapi pendalaman batin dan spiritual, terapi minat dan rekreasional, terapi kebersamaan dan sosial, dan akhirnya terapi kerja dan vokasional. Selain itu, akar masalah yang memicu mereka akhirnya mengkonsumsi narkoba juga harus diselesaikan dengan tuntas.[43]

Upaya pemulihan (recovery) pecandu narkoba secara medis dan psikologis di negara kita kebanyakan berpedoman pada cara-cara yang dilakukan Amerika Serikat. Di negara itu sejak tahun 60-an telah ada beberapa panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi yang terkemuka di Amerika Serikat pada tahun 1967 hanya memiliki 16 tempat tidur, namun 9 tahun kemudian panti tersebut telah memiliki 112 tempat tidur. Artinya telah terjadi peningkatan pecandu secara berarti setiap tahun.[44]

Model yang ada saat ini sangat berorientasi medis dan psikologis. Artinya, pada tahap awal pecandu dibawa ke Rumah Sakit Kebergantungan Obat (RSKO). Mengenai hal itu Mann (1979) seorang dokter medis menyangsikan akan keampuhan RSKO tentang pemulihan total (total recovery) pasien dengan layanan detoksifikasi, terapi nutrisi/vitamin, dan memberi obat pengendalian emosi pasien. Oleh karena itu, Mann memuji pendekatan Panti SHCR sebagai panti rehabilitasi terkemuka di Amerika Serikat, karena di sana pasien tidak hanya disembuhkan melalui pendekatan pengobatan, akan tetapi juga pendekatan rehabilitasi psikologis, sosial, intelektual, spiritual, dan fisik.[45]

Salah satu caranya adalah Metode Konseling Terpadu (MKT). Metode Konseling Terpadu (MKT) adalah upaya memberikan bantuan kepada klien kecanduan narkoba dengan menggunakan beragam pendekatan konseling dan memberdayakan klien terhadap lingkungan sosial agar klien segera menjadi anggota masyarakat yang normal, bermoral, dan dapat menghidupi dirinya sendiri dan keluarga. Ragam pendekatan konseling yang diterapkan pada MKT adalah sebagai berikut:[46]

1. Konseling Individu (KI)

Penerapan KI adalah upaya membantu klien oleh konselor secara individual dengan mengutamakan hubungan konseling antara konselor dengan klien yang bernuansa emosional dan juga keagamaan , sehingga besar kepercayaan klien terhadap konselor. Pada gilirannya klien akan bicara jujur membuka rahasia batinnya (disclosure) yang selama ini tidak pernah dikemukakan kepada orang lain termasuk keluarga.

2. Bimbingan Kelompok (BKL)

Bimbingan kelompok bertujuan memberi kesempatan klien untuk berpartisipasi dalam memberi ceramah dan diskusi dengan berbagai kelompok masyarakat seperti mahasiswa, sarjana, tokoh-tokoh masyarakat, guru-guru BK di sekolah, para siswa, anggota DPR, ibu-ibu pengajian, dan sebagainya. Melalui interpersonal relation, akan tumuh kepercayaan diri klien.

3. Konseling Keluarga (KK)

Untuk membantu secepatnya pemulihan (recovery) klien narkoba, amat diperlukan dukungan seperti ayah, ibu, saudara, isteri, suami, pacar, dan keluarga dekat lainnya. Fasilitator konseling keluarga adalah konselor, sedangkan pesertanya adalah klien, orang tua, saudara, suami/isteri, dan sebagainya. Nuansa emosional yang akrab harus mampu diciptakan oleh konselor, sehingga tumbuh rasa aman, percaya diri, dan rasa tanggung jawab klien terhadap diri dan keluarga.

4. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan , termasuk agama, diberikan kepada klien narkoba dengan tujuan membentuk kepribadian klien yang sehat (healthy personality) sebagaimana dimiliki oleh orang-orang normal. Ada beberapa ciri kepribadian sehat menurut Maslow (Jourard dan Landsman, 1980) sebagai berikut:

a. Menerima kenyataan hidup secara baik (tanpa konflik).

b. Menerima keadaan diri dan orang lain apa adanya.

c. Bersifat alami (mencintai alam sekitar).

d. Mampu memusatkan perhatian terhadap tugas dan masalah yang dihadapi.

e. Mampu mandiri.

f. Memiliki rasa persahabatan dan kasih sayang.

g. Demokratis.

h. Punya rasa etis dan moral-religius.

i. Punya rasa humor.

Pendidikan etika-moral-religius perlu diajarkan untuk mencintai sesama, rasa hormat, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan. Pemulihan klien narkoba tidak cukup hanya dengan sharing perasaan bosan saja, akan tetapi lebih ditekankan agar dia lebih mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa, sehingga tumbuh keyakinan pada dirinya tentang Allah SWT., kemudian melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Pelatihan-pelatihan yang diperlukan adalah latihan komunikasi yang sopan dan dengan bahasa yang baik, latihan bergaul dengan berbagai kalangan masyarakat, latihan berdiskusi, dan latihan ibadah terutama shalat (bagi orang Islam).

5. Kunjungan (Visiting)

Proses pemulihan (recovery) klien narkoba diperlukan pula program kunjungan (visiting). Konselor harus mampu memilih objek kunjungan agar substansinya dapat mempercepat pemulihan, misalnya pesantren dan lembaga-lembaga keterampilan. Pada kunjungan ke pesanten beberap makna diperoleh klien terutama makna Ketuhanan, hidup, dan ibadah. Khusus makna hidup, di pesantren diajarkan tentang hidup sederhana, kebersamaan, demokrasi, dan etika-moral-agama. Hal ini amat dibutuhkan klien narkoba. Dia akan belajar dari santri tentang banyak hal hingga tercipta hubungan pertemanan yang akrab setelah klien dijauhi oleh semua teman dekatnya saat mengalami ketergantungan pda obat terlarang.

6. Partisipasi Sosial

Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran sosial atau hidup bermasyarakat secara wajar dan produktif. Secara wajar artinya setelah klien terlepas dari ketergantungan narkoba ia harus kembali ke masyarakatnya dengan memenuhi nilai, norma, dan tuntutan sosial yang demokratis dan bersahabat. Di samping itu ia harus pula menjadi manusia produktif sebagai ciri kepribadian sehat (Jourard & Landsman, 1980).

Sementara itu, Gorski memandang dari sisi berbeda dan membagi proses pemulihan dalam 6 tahapan sebagai berikut:[47]

1. Praterapi: pecandu akhirnya mengakui bahwa ia tidak berdaya terhadap kecanduaannya. Ia menyadari akibat penyalahgunaan narkoba. Tahap ini terjadi sebelum dan selama terapi.

2. Stabilisasi: pecandu pulih dari gejala putus zat akut dan gangguan kesehatannya. Ia mulai beroleh kendali atas pikiran, emosi, penilaian, dan perilakunya.

3. Pemulihan Awal: pecandu menerima kecanduan sebagai penyakit dan mulai belajar untuk berfungsi normal tanpa memakai narkoba. Beberapa pecandu mengalami kesulitan, karena masih mengalami sisa gejala putus zat. Pecandu belajar mengatasi masalah, bertoleransi dengan cemas, dan berantisipasi ketika ada dorongan memakai narkoba kembali. Keluarga belajar membuat pembatasan, bekerja sama dan bermain bersama tanpa konflik yang berarti.

4. Pemulihan Pertengahan: tujuan tahap ini adalah mengubah gaya hidup pecandu. Bagaimana mengatasi godaan agar tidak terjerumus kecanduan lain di luar narkoba yang disukai seperti minuman beralkohol dan judi, adalah sangat penting. Pecandu dan keluarga berjanji untuk memelihara hidup sehat tanpa narkoba. Mereka belajar agar lebih merasa nyaman ketika ada perasaan tidak enak dan konflik. Pecandu belajar menghadapi tuntutan kehidupan, seperti sekolah dan pekerjaan. Ia belajar mengelola perilakunya sehari-hari secara efektif. Ia berusaha mengatasi kebosanan atau rasa jenuh. Ia mulai memusatkan perhatiannya pada masa depan.

5. Pemulihan Akhir: tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan harga diri dan kapasitas untuk membangun keakraban (rasa intim) sehingga mampu hidup bahagia dan produktif.

6. Pemeliharaan: tujuan tahap ini adalah untuk tetap sejahtera dan memelihara program pemulihannya secara efektif, seperti memerhatikan tanda-tanda bahaya relaps, memecahkan persoalan kehidupannya sehari-hari, memelihara kejujuran, dan hidup produktif. Terjadi dinamika yang sehat dengan keluarga. Rencana pemulihan tetap terpelihara. Kecanduan adalah penyakit kronis yang sedang kambuh. Oleh karena pemulihan adalah proses yang lama, diperlukan dukungan keluarga dan teman. Menyendiri pada waktu stress harus dihindari, sebab menyendiri rawan terhadap kecanduan. Dukungan diharapkan datang dari kelompok saling bantu (self-help group) yang terdiri dari relawan dan mantan pecandu yang berhasil pulih.

G. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba

Upaya penyembuhan pengguna zat psikoaktif seperti narkoba diakui oleh Siregar (2000) sangat sulit. Karena itu, usaha untuk menanggulangi sangat penting. Seluruh lapisan masyarakat perlu diberitahukan mengenai jenis zat, akibat-akibat, dan cara penanggulangannya.[48] Penanggulangan narkoba pada pokoknya meliputi pemberantasan narkoba. Peran aparat penegak hukum penting pada aspek ini. Kedua, upaya mengurangi kebutuhan narkoba dengan tujuan agar remaja menghindari narkoba, sedangkan yang pernah pakai tidak menyentuh lagi. Di sini peran orang tua, guru, dan tokoh masyarakat amat diharapkan. Ketiga, mengurangi mudarat penularan penyakit. Aspek ketiga ini merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.[49]

Narkoba merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja. Upaya menanggulangi kenakalan remaja tidak bisa dilaksanakan oleh tenaga ahli saja seperti psikolog, konselor, dan pendidik, melainkan perlu kerjasama semua pihak antara lain guru, orang tua, pemerintah dan masyarakat, tenaga ahli lainnya, dan pemuda-pemuda itu sendiri. Kerja sama itu pun perlu didukung oleh dana dan sarana yang memadai. Persoalan kenakalan tidak dapat diselesaikan hanya melalui ceramah dan pidato, akan tetapi lebih baik dengan perbuatan yang nyata (action).[50]

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka upaya menanggulangi kenakalan remaja dibagi atas 3 bagian:[51]

1. Preventif

Banyak remaja yang kecanduan narkoba merupakan masalah semua pihak mulai dari masalah dari kaum remaja itu sendiri, keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Oleh karena itu, upaya pencegahannya harus merupakan suatu keterpaduan dari semua pihak yang terkait dengan keluarga sebagai titik sentralnya. Upaya yang dilakukan hendaknya berpusat kepada remaja dengan meningkatkan keberdayaan dirinya.[52]

Yang dimaksud dengan preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Upaya preventif lebih besar manfaatnya daripada upaya kuratif, karena kenakalan itu sudah meluas, amat sulit menanggulanginya. Banyak bahayanya kepada masyarakat , menghamburkan biaya, tenaga, dan waktu, sedang hasilnya tidak seberapa. Beberapa upaya preventif dapat dilakukan, tetapi secara garis besarnya dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Di Rumah Tangga (Keluarga)

Penyalahgunaan narkoba dapat dicegah, bahkan sebaiknya dicegah. Adalah lebih baik mencegah daripada mengobati, atau melakukan tindakan represif. Justru di sinilah peran orang tua atau keluarga yang sangat penting dalam pencegahan.[53]

1) Orang Tua Menciptakan Kehidupan Rumah Tangga yang Beragama

Artinya membuat suasana rumah tangga atau keluarga menjadi kehidupan yang taat dan taqwa kepada Allah di dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan banyak hal seprti shalat berjamaah, pengajian Al-Qur'an, keteladanan akhlak mulia, ucapan-ucapan serta do'a tertentu.

2) Menciptakan Kehidupan Keluarga yang Harmonis

Dimana hubungan ayah, ibu, dan anak tidak terdapat percekcokan dan pertentangan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan waktu terluang untuk berkumpul bersama anak-anak misalnya di waktu makan bersama.

3) Adanya Kesamaan Norma-norma yang Dipegang antara Ayah, Ibu, dan Keluarga Lainnya Di Rumah Tangga dalam Mendidik Anak-anak

Perbedaan norma dalam cara mengatur anak-anak akan menimbulkan keraguan mereka dan pada gilirannya menimbulkan sifat negatif pada anak dan remaja. Jika timbul sikap negatif pada anak dan remaja karena kesalahan perbedaan norma antara ayah, ibu, atau mungkin nenek, maka akan terjadi penurunan kepatuhan anak dan remaja karena orang tua menurun kewibawaannya.

4) Memberikan Kasih Sayang Secara Wajar kepada Anak-anak

Kasih sayang yang wajar bukanlah dalam rupa materi berlebihan, akan tetapi dalam bentuk hubungan psikologis dimana orang tua dapat memahami perasaan anaknya dan mampu mengantisipasinya dengan cara-cara edukatif.

5) Memberikan Perhatian yang Memadai Terhadap Kebutuhan Anak-anak

Memberikan perhatian kepada anak berarti menumbuhkan kewibawaan pada orang tua dan kewibawaan pada orang tua dan kewibawaan akan menimbulkan sikap kepenurutan yang wajar pada anak didik.

6) Memberikan Pengawasan Secara Wajar Terhadap Pergaulan Anak Remaja di Lingkungan Masyarakat

Hal-hal yang perlu diawasi adalah teman-teman bergaulnya, disiplin waktu, pemakaian uang dan ketaatan melakukan ibadah kepada Tuhan.

b. Upaya di Sekolah

Di setiap sekolah sudah saatnya guru-guru memiliki pengetahuan dan keterampilan konseling dengan dua kegiatan, yaitu konsultasi dan konseling. Kegiatan konsultasi adalah memberikan berbagai informasi kepada orang tua siswa tentang segala aspek yang berhubungan dengan kegiatan belajar, pergaulan, kedisiplinan, dan kerapihan sisiwa. Guru dan orang tua berdiskusi dan akhirnya menghasilkan berbagai solusi bantuan terhadap siswa. Sedangkan kegiatan konseling ditekankan kepada upaya membantu siswa agar mereka mandiri, kreatif, dan produktif, serta mampu memecahkan masalah-masalah mereka sendiri.

1) Guru Hendaknya Mamahami Aspek-aspek Psikis Murid

Untuk memahami aspek-aspek psikis murid, guru sebaiknya memiliki ilmu-ilmu tertentu antara lain: psikologi perkembangan, bimbingan dan konseling, serta ilmu mengajar (didaktik-metodik).

2) Mengintensifkan Pelajaran Agama dan Mengadakan Tenaga Guru Agama dan Berwibawa serta Mampu Bergaul Secara Harmonis dengan Guru-guru Umum Lainnya

Hal ini perlu dilakukan, karena ada sebagian guru agama yang merasa rendah diri jika ia mengatur di sekolah umum, apalagi jika sekolah umum itu adalah sekolah yang agak baik dalam fasilitas dan mutu.

3) Mengintensifkan bagi Bimbingan dan Konseling di Sekolah dengan Cara Mengadakan Tenaga Ahli atau Menatar Guru-guru untuk Mengelola Bagian Ini

Hal ini dimaksudkan agar jangan lagi terjadi adanya guru pembimbing (BK) di sekolah dianggap oleh murid-murid sebagai polisi sekolah yang kerjanya hanya mengawasi dan membuntuti segala kelakuan murid-murid, bahkan guru BK sering mengancam dan memarahi murid.

c. Upaya di Masyarakat

Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga sesudah rumah dan sekolah. Ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan. Apabila salah satu pincang maka yang lain akan turut pincang pula. Pendidikan masyarakat biasanya diabaikan orang. Karena banyak orang berpendapat bahwa jika anak telah disekolahkan berarti semuanya sudah beres dan gurulah yang memegang segala tanggung jawab soal pendidikan. Pendapat seperti ini perlu dikoreksi. Karena apalah artinya pendidikan yang diberikan di sekolah dan di rumah jika di masyarakat terdapat pengaruh-pengaruh negatif yang merusak tujuan pendidikan itu. Karena itu perlu sinkronisasi diantara ketiga tempat pendidikan itu.

Khusus mengenai mengisi waktu terluang bagi anak remaja setelah mereka lepas sekolah dan di masa libur, perlu dipikirkan. Kegiatan-kegiatan yang membantu ke arah tercapainya tujuan pendidikan . Berarti diperlukan upaya pendidikan/bimbingan waktu terluang oleh guru, orang tua, dan pimpinan masyarakat lainnya. Telah banyak konsep tentang pengisian waktu terluang ini dikemukan para ahli. Antara lain dikemukakan oleh Drs. Safiyuddin Sastrawijaya SH. (1977) sebagai berikut:

1) Yang bersifat hobi:

· Kesenian

· Elektronika

· Philatelis

· Botani dan biologi

· Mencintai alam

· Photography

· Home decoration

· Home industry

2) Yang bersifat keterampilan berorganisasi:

· Organisasi taruna karya

· Organisasi remaja yang independen

· Organisasi olahraga

· Pramuka

3) Yang bersifat kegiatan sosial:

· Palang Merah Remaja (PMR) dan Dinas Ambulance Remaja

· Badan Keamanan Remaja (Hansip/Kamra Remaja, Kelalulintasan dan Keamanan Umum (BKLL, BKUP)

· Pemadam Kebakaran Remaja, dan sebagainya.

Salah satu solusi lain juga ialah menjadikan mesjid sebagai pusat remaja. Bagi remaja mesjid dijadikan pula untuk tempat kegiatan dakwah dan pengembagan ilmu agama khususnya, karena dengan cara demikian akan membantu pembinaan moral remaja.

Yang harus diupayakan adalah mengembangkan hal-hal yang bersifat positif dan mencegah hal-hal yang bersifat negatif. Untuk itu diperlukan kesiapan mental dalam mengantisipasinya. Beberapa pendekatan psiko-pedagogis yang dapat diupayakan adalah sebagai beikut:[54]

Pertama, penanaman nilai-nilai dasar yang kuat dalam diri setiap pribadi, terutama nilai-nilai yang bersumber pada nilai-nilai agama. Tanpa nilai yang kuat, perilaku akan kurang terarah dan bermakna, dan sebaliknya dengan nilai dasar yang kuat, perilaku dapat diwujudkan secara lebih terarah dan bermakna. Hal ini dapat dikembangkan melalui pendidikan dalam keluarga yang berintikan pendidikan agama.

Kedua, memiliki konsep diri yang jelas dan mantap baik konsep diri ideal maupun aktual. Lebih mantap lagi apabila tidak terdapat jarak yang terlalu jauh antara konsep diri ideal dengan konsep diri aktual. Kaum generasi muda sangat diharapkan memiliki konsep diri yang bersumber dari nilai-nilai dasar yang bersumber dari akar budaya Indonesia. Dengan dilandasi nilai dasar yang kokoh, maka perubahan perilaku sebagai dampak kemajuan itu tetap memberikan dampak positif dan terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif.

Ketiga, mengenal dan memahami lingkungan dengan sebaik-baiknya untuk dapat memahami peran-peran yang harus diemban dan diwujudkan. Generasi muda sebagai pribadi, unsur keluarga, unsur masyarakat, warga negara, dan hamba Tuhan harus dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan karakteristiknya. Perwujudan peran akan lebih mantap apabila disertai dengan pemahaman yang tepat terhadap lingkungannya.

Keempat, menciptakan suasana kehidupan keluarga yang sedemikian rupa sehingga setiap anggota keluarga memperoleh kepuasan dan kebahagiaan lahir batin. Keluarga yang diharapkan adalah keluarga yang damai penuh kasih sayang, yang bercirikan: berlandaskan tata nilai agama yang kuat, suasana hubungan yang harmonis inter dan antarkeluarga, memiliki kesejahteraan ekonomi, sebagai lembaga pendidikan, sebagai tempat mempersiapkan hari depan (dunia maupun akhirat).

Kelima, memperluas kontak-kontak sosial melalui pergaulan yang baik dan sehat. Pergaulan yang baik dan sehat merupakan sumber belajar yang kaya untuk pengembangan diri. Dari pergaulan ini generasi muda dapat mengukur diri sendiri sehingga mampu mengenal diri sendiri dan orang lain secara lebih bermakna. Masa muda adalah masa yang penuh gairah kehidupan sosial sebagai bagian dari karakteristik mereka dan berpengaruh besar terhadap perkembangan generasi muda. Yang harus diperhatikan adalah agar pergaulan sosial itu tidak memberikan dampak negatif yang merusak atau menghambat.

Keenam, meningkatkan kompetensi diri yaitu seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan kehidupan. Kompetensi diri diri berpusat pada perangkat keterampilan yang disebut mega skills , yaitu berbagai keterampilan yang bersifat menyeluruh dalam keseluruhan perkembangan manusia. Keterampilan itu mencakup keterampilan-keterampilan yaitu percaya diri, motivasi, upaya, tanggung jawab, inisiatif, keuletan atau keras hati, kepedulian, kerja tim, pikiran sehat, dan pemecahan masalah. Keterampilan-keterampilan mega ini dikembangkan pada anak sejak dini di lingkungan keluarga melalui pendidikan dalam keluarga dalam suasana kasih sayang yang kondusif. Keteladanan dalam suasana hubungan yang harmonis, merupakan hal yang fundamental bagi berkembang keterampilan mega. Di sekolah keterampilan ini dilaksanakan melalui pendekatan pengajaran, bimbingan, latihan, dan dukungan situasi lingkungan yang kondusif.

2. Upaya Kuratif

Yang dimaksud upaya kuratif ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya tidak meluas dan merugikan masyarakat. Upaya kuratif dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Negeri. Sebab, jika terjadi kenakalan remaja berarti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan masyarakat.

Penyalahgunaan narkotika termasuk dalam jenis kenakalan remaja yang dijelaskan dalam Bakolak Inpres 6/1971. Jika yang melakukan adalah remaja di bawah umur 16 tahun maka kemungkinan hukuman negara terhadapnya adalah:

a. Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.

b. Anak itu dijadikan anak negara.

c. Dijatuhi hukuman sesuai pelanggaran, hanya saja dikurangi dengan sepertiganya.

Upaya kuratif secara formal memang sudah jelas tugas yang berwajib, dalam hal ini polisi dan kehakiman. Akan tetapi anggota masyarakat juga bertanggung jawab mengupayakan pembasmian kenakalan di lingkungan mereka di RT, RW, dan desa. Sebab jika mereka membiarkan saja kenakalan terjadi di sekitarnya, berarti mereka secara tidak sengaja merusak lingkungan masyarakat itu sendiri. Kerjasama antara pemerintah, ulama, dan orang tua amat diperlukan dalam mengatasi kenakalan remaja. Khusus mengenai tugas ulama biasanya cukup ampuh terhadap orang tua anak-anak tersebut karena adanya pengaruh khusus ulama. Ini tentu ada kaitannya dengan dakwah agama yang disampaikan ulama-ulama ini sehingga ia berwibawa di masyarakat.

3. Upaya Pembinaan

Pembinaan dapat diarahkan ke beberapa aspek:

a. Pembinaan Mental dan Kepribadian Beragama

Diupayakan agar anak dan remaja itu memahami arti agama dan manfaatnya untuk kehidupan manusia. Dengan jalan demikian tumbuh keyakinan beragama. Jika telah tumbuh keyakinan beragama, harus diupayakan latihan-latihan beribadah secara terus menerus. Hal tersebut akan menumbuhkan kesadaran pada anak akan pentingnya peranan agama dalam kesehatan mental dan menghalangi orang dari perbuatan tercela. Dengan kata lain, agama dapat membentengi diri mereka.

b. Pembinaan Mental untuk Menjadi Warga Negara yang Baik

Di sini dimaksudkan agar remaja memahami sila-sila dari ideologi negara kita, yakni Pancasila. Yang paling penting ialah mengajarkan hidup yang baik sebagai warga negara di negara Pancasila.

c. Membina Kepribadian yang Wajar

Maksudnya membentuk pribadi anak supaya kepribadian yang seimbang yakni seimbang emosi dengan rasio, fisik dan psikis, keinginan dan kemampuan, dan lain-lain. Di samping itu, diupayakan pula penyesuaian diri remaja, baik terhadap lingkungannya, mempunyai mental yang sehat tanpa konflik dan frustasi serta gangguan jiwa yang lain.

d. Pembinaan Ilmu Pengetahuan

Upaya ini dikaitkan dengan kurikulum sekolah sesuai dengan umur dan kecerdasan remaja. Berarti kita memberikan pelajaran-pelajaran tertentu terutama membaca, menulis, berhitung, kemudian ditunjang ilmu lainnya. Yang menjadi kesulitan adalah penyusunan kurikulum dan pengadaan gurunya.

e. Pembinaaan Keterampilan Khusus

Masalah pembinaan keterampilan khusus sudah merupakan program pokok dari pembinaan remaja-remaja nakal di lembaga-lembaga pembinaan. Tujuan utama dari pembinaan keterampilan itu ialah agar remaa mempunyai jiwa wiraswasta, mampu berdiri sendiri dan mempunyai daya kreatif.

f. Pengembangan Bakat-bakat Khusus

Pengembangan bakat-bakat khusus ialah mengupayakan penemuan bakat remaja itu yang terpendam dengan berbagai kegiatan atau melalui tes psikologi. Jika ditemukan bakat-bakat tertentu maka perlu disediakan sarana pengembangannya.

H. Kesimpulan

Berdasarkan pengkajian dan pembahasan terhadap masalah remaja dan penyalahgunaan narkoba, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Masa remaja merupakan masa transisi dan kelanjutan dari masa kanak-kanak dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai kedewasaan. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks.

2. Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bahan tergolong bukan makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak hal, terkhusus bagi remaja lebih disebabkan oleh kepribadian remaja yang cenderung tidak stabil dalam menghadapi masalah-masalah hidup, dan menjadikan narkoba sebagai pelariannya. Tentunya faktor ini didukung oleh berbagai faktor lainnya, seperti pengaruh lingkungan, dan kuatnya sindikat narkoba.

3. Narkoba memberi dampak yang sangat buruk terhadap penyalahgunanya. Dampaknya tidak hanya meliputi segi kesehatan semata, tetapi lebih jauh memberikan dampak pada kehidupan sosial penyalahgunanya. Tidak hanya bagi diri penyalahguna sendiri tetapi juga bagi orang-orang yang ada di sekitarnya, keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

4. Pemulihan adalah proses penyembuhan dari kerusakan fisik, psikologis, dan sosial akibat kecanduan narkoba. Upaya pemulihan seorang pecandu bukan sekedar pemulihan kesehatan secara fisik korban, melainkan pemulihan secara utuh dan dilakukan oleh tim yang solid dan profesional mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi.

5. Upaya pemulihan penyalahguna narkoba sangat sulit. Karena itu, usaha untuk menanggulangi sangat penting. Seluruh lapisan masyarakat perlu diberitahukan mengenai jenis zat, akibat-akibat, dan cara penanggulangannya. Perlu kerjasama semua pihak antara lain guru, orang tua, pemerintah dan masyarakat, tenaga ahli lainnya, dan remaja penyalahguna itu sendiri. Kerja sama itu pun perlu didukung oleh dana dan sarana yang memadai. Adapun penanggulangannya meliputi preventif, kuratif, dan pembinaan.


Daftar Pustaka

Adam. 2007. Jurnal Ilmu Dakwah: Muballigh dan Pembinaan Remaja. Palu:STAIN Datokarama Palu.

Ajisuksmo, Clara R.P. dkk.. 2001. Narkoba: Petujuk Praktis Bagi Keluarga Mencegah Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta: Media Pressindo.

Ali, Muhammad, Mohammad Ashori. 2004. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Amriel, Reza Indragiri, M Crim. 2007. Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta: Salemba Humanita.

Depsos RI, Brosur Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA.

Djauzi, Samsuridjal.2009. Raih Kembali Kesehatan. Jakarta: Buku Kompas.

Gunarsa, Singgih D.. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gunawan, Weka. 2006. Keren Tanpa Narkoba. Jakarta: Grasindo.

Kartono, Kartini. 2008. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.

Libertus Jehani, dkk.. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba, Tangerang: Visimedia.

Martono, Lydia Harlina. 2006. 16 Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasis Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

__________________. 2008. Belajar Hidup Bertanggung Jawab Menangkal Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka.

__________________. 2008. Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka.

Partodiharjo, Subagyo. 2007. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga.

Surbakti. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Surya, Mohammad. 2004. Bina Keluarga. Semarang: Aneka Ilmu.

Tim Visimedia. 2006. Rehabilitasi Bagi Korban Narkoba. Tangerang: Visimedia.

Willis, Sofyan S.. 2008. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Zahra, Ruswiyani P.. 2005. Lingkungan Keluarga dan Peluang Munculnya Masalah Remaja( Dalam Jurnal Provitae No.2). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.



[1] Sofyan S. Willis, Remaja dan Masalahnya, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 1.

[2] Mohammad Ali-Mohammad Ashori, Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 9.

[3] Adam, Jurnal Ilmu Dakwah: Muballigh dan Pembinaan Remaja, STAIN Datokarama Palu, Palu, 2007, hlm. 36.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Mohammad Surya, Bina Keluarga, Aneka Ilmu, Semarang, 2004, hlm. 175-176.

[9] Lydya Harlina Martono, Belajar Hidup Bertanggung Jawab Menangkal Narkoba, Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 8-9.

[10] Mohammad Surya, op. cit, hlm. 177.

[11] Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda, PT Alex Media Komputindo, Jakarta, 2009, hlm. 29.

[12] Mohammad Surya, op. cit, hlm. 22-23.

[13] Surbakti, op. cit, hlm. 30-31.

[14] Ruswiyani P. Zahra, Lingkungan Keluarga dan Peluang Munculnya Masalah Remaja, Dalam Jurnal Provitae No.2, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 15-16.

[15] Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 57.

[16] Mohammad Surya, op. cit, hlm. 23.

[17] Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Erlangga, Jakarta, 2007, hlm. 2.

[18] Samsuridjal Djauzi, Raih Kembali Kesehatan, Buku Kompas, Jakarta, 2009, hlm. 64

[19] Reza Indragiri Amriel-M Crim, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Salemba Humanita, Jakarta, 2007, hlm. 1.

[20] Lydia Harlina Martono, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, Balai Pustaka, Jakarta, 2008 , hlm. 8.

[21] Sofyan S. Willis, op.cit, hlm. 150.

[22] Libertus Jehani, dkk., Mencegah Terjerumus Narkoba, Visimedia, Tangerang, 2006, hlm. 1-2 .

[23] Sofyan S. Willis, loc.cit.

[24] Lydia Harlina Martono, op.cit., hlm. 7.

[25] Clara R.P. Ajisuksmo, dkk., Narkoba: Petujuk Praktis Bagi Keluarga Mencegah Penyalahgunaan Narkoba, Media Pressindo, Yogyakarta, 2001, hlm. 9.

[26] Lydia Harlina Martono, op.cit, hlm. 9.

[27] Subagyo Partodiharjo, op.cit, hlm. 10.

[28] Lydia Harlina Martono, op.cit, hlm. 8-9.

[29] Ibid., hlm. 9.

[30] Mohammad Surya, op.cit., hlm. 70.

[31] Sofyan S. Willis. op.cit., hlm. 151.

[32] Ibid., hlm. 151.

[33] Lydia Harlina Martono, op.cit, hlm. 4-5.

[34] Libertus Jehani, dkk. op.cit. hlm. 18.

[35] Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004, hlm. 198-200.

[36] Weka Gunawan, Keren Tanpa Narkoba, Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 7-8.

[37] Sofyan S. Willis. op.cit., hlm. 152.

[38] Lydia Harlina Martono, op.cit, hlm. 17-19.

[39] Samsuridjal Djauzi, op.cit., hlm. 64.

[40] Libertus Jehani, dkk., op.cit., hlm. 11-13.

[41] Depsos RI, Brosur Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA.

[42] Lydia Harlina Martono, 16 Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasis Masyarakat, Balai Pustaka, Jakarta, 2006, hlm. 11-12.

[43]Tim Visimedia, Rehabilitasi Bagi Korban Narkoba, Visimedia, Tangerang, 2006, hlm. 8.

[44] Sofyan S. Willis, op.cit., hlm. 174.

[45] Ibid., hlm. 174.

[46] Ibid., hlm. 174-182.

[47] Lydia Harlina Martono, op.cit., hlm. 11-12.

[48] Singgih D. Gunarsa, op.cit., hlm. 223.

[49] Samsuridjal Djauzi, op.cit., hlm. 65-66.

[50] Sofyan S. Willis, op.cit., hlm. 128.

[51] Ibid., hlm. 128-154.

[52] Mohammad Surya, op.cit., hlm. 70.

[53] Lydia Harlina Martono, op.cit., hlm. 44.

[54] Mohammad Surya, op.cit., hlm. 170-173.